Film
Skakmat dimulai dengan memperkenalkan dua tokoh di tempat berbeda. Di satu sisi ada Jamal (
Tanta Ginting),
seorang tukang ojek di dekat pelabuhan yang juga hobi bermain catur.
Sayangnya, ia juga gemar berhutang, sampai membuat sang ibu (
Anna Shirley)
uring-uringan dan mengecapnya anak yang tak bertanggungjawab. Jamal
saat ini juga dekat dengan seorang gadis cantik bernama Mirna (
Andi Annisa Lasyah).
Namun, hubungan mereka tak direspons baik oleh orang tua Mirna,
terutama karena Jamal dianggap punya masa depan suram lantaran tak
berpendidikan tinggi.
Di sisi lain pelabuhan, ada sosok yang bernama Dito (
Donny Alamsyah), yang sedang dikejar-kejar oleh orang-orang suruhan Ivan (
Fadi Iskandar).
Setelah susah payah, Dito akhirnya disekap oleh Ivan demi sebuah
transaksi. Ternyata, Dito adalah seorang bandar narkoba yang sedang
bermasalah dengan Bos Tanah Tinggi (
Cecep Arief Rahman),
karena tak kunjung memberi informasi tentang impor heroin terbaru.
Untuk menyerahkan Dito ke Bos Tanah Tinggi dengan aman, Ivan memutuskan
menyuruh Jamal untuk mengantar Dito sesuai alamat yang dirahasiakan,
tentu saja dengan imbalan yang menggiurkan.
Tak butuh waktu lama untuk Jamal menyatakan setuju. Tetapi, siapa
sangka bahwa tugas sederhana ini membawa banyak masalah. Belum juga
memulai tugas, Jamal dan Dito sudah didatangi gerombolan preman suruhan
Mami Tuti (
Hannah Al Rashid), yang ternyata punya
dendam terhadap Dito dan bisnis yang digelutinya. Jamal dan Dito pun
terpaksa saling membantu demi mencapai tujuan masing-masing.
Melihat premis film
Skakmat garapan
Ody C. Harahap
ini, mungkin memang tidak ada yang benar-benar baru. Film yang
mengusung campuran komedi dan laga ini kembali meminjam dunia preman
perkotaan (Jakarta, walau dalam versi berbeda) sebagai panggung untuk
mempertunjukkan serangkaian adegan kejar-kejaran, perkelahian, sampai
tembak-tembakan. Belum lama ini, penonton film Indonesia pernah disuguhi
film
Gangster, dan tahun lalu juga ada film
The Raid 2: Berandal, yang mengambil dunia serupa.
Hanya saja,
Skakmat menjadi agak berbeda dengan pendekatan yang diambil. Film yang ceritanya disebut-sebut sudah dibuat penulis skenario
Salman Aristo sejak tahun 2008 ini mengambil skala yang lebih kecil, serta memuat unsur komedi yang lebih banyak.
Plot film ini hanya berfokus soal bagaimana Dito bisa sampai ke Bos
Tanah Tinggi, dan Jamal bisa dapat uang banyak untuk melunasi
utang-utangnya, namun kemudian "diganggu" oleh berbagai kekacauan yang
membuat tujuan mereka sulit tercapai. Berskala kecil bukan berarti film
ini kekurangan darah dalam penyajiannya, paling tidak dalam lingkup
genre komedi dan laga yang diusungnya.
Sisi komedinya sendiri lebih ditekankan pada karakterisasi, yang
sepertinya disengaja untuk jadi komikal. Jamal ditunjukkan sebagai
seorang yang banyak membual sekalipun tak pernah punya prestasi
apa-apa—bahkan preman pun tak menganggapnya layak untuk dikejar-kejar.
Sementara Dito dibangun sebagai sosok
cool jago kelahi, yang dengan mudah raih simpati.
Demikian pula penggambaran Bos Tanah Tinggi yang garang tapi bertutur
lembut, Mami Tuti yang tak pernah tidak kesal terhadap segala hal,
serta antek-antek mereka yang sepertinya tak akan mati sebabakbelur apa
pun. Atas nama film hiburan bergenre komedi dan laga, hal tersebut tentu
sah-sah saja.
Namun, sebenarnya hal yang paling menonjol dari
Skakmat
adalah penataan laganya. Sekalipun tidak mewah, konsep dan koregrafinya
tampak benar-benar menerapkan mandat bahwa film ini laga dan komedi.
Sedikitnya di sini ada empat adegan laga besar, semuanya ditata apik dan
mudah membekas di ingatan.
Adegan itu adalah pertarungan sambil berdesak-desakan di bus Metro
Mini, keroyokan di celah sempit rumah perkampungan, penyerangan di semua
sudut rumah Dito, dan tentu saja pertarungan pamungkas antara Dito, Bos
Tanah Tinggi, Mami Tuti, dan Jamal di lambung kapal besar. Terlihat
betul adegan-adegan ini ditata serius dan berhasil disajikan dengan
seru. Ditambah lagi, dalam adegan-adegan laga tersebut juga sukses
diselipkan humor, baik
slapstick maupun verbal, yang sedikit mengingatkan pada gaya film-film action klasik Jackie Chan.
Akan tetapi,
Skakmat tak jarang tertatih dalam beberapa
bagian penceritaannya. Salah satu yang terbilang kurang berhasil adalah
kaitan judul dengan ceritanya. Ini dimulai dari kesukaan Jamal terhadap
catur yang kurang ditekankan dalam filmnya. Ketika analogi permainan
catur itu coba ditaruh dalam dialog yang diucapkan Jamal dan sahabatnya,
Dorpi (
Sutan Simatupang), terkesan hanya jadi tempelan
dan kurang meyakinkan untuk karakternya. Alhasil, istilah
skakmat—sebutan langkah pamungkas dalam catur untuk mengalahkan bidak
raja milik musuh—seolah tak berarti apa-apa dalam cerita film ini.
Untungnya, nilai hiburannya—terutama yang didapat dari keseriusan
tinggi di tata laga, sanggup membuat film ini mudah dinikmati sampai
akhir. Kedalaman ceritanya tentang Jamal dan Dito yang sama-sama ingin
merasa 'dianggap' oleh orang-orang sekitarnya juga masih bisa
tersampaikan.
Walau kisahnya berisi kekacauan situasi yang menimpa Jamal dan Dito,
film ini tetap disajikan dengan motivasi para karakter yang jelas dan
sebab-akibat yang logis. Didukung oleh performa pemain yang cukup baik
serta tampilan gambar yang nyaman dilihat,
Skakmat mampu untuk mencapai tujuannya sebagai tontonan yang menghibur tanpa ada kesan dibuat sekadarnya.